Wednesday, March 14, 2007

tentang firasat musibah

Dear blogger,

Pada hari minggu 4/3/07 aku main ke rumah mas WG angkatan 91, di Villa Bogor Indah.
Dimeja tamu ada buku fotokopian, sementara mas Widyanya masih menidurkan anaknya di kamar. Sambil menunggu aku mengambil buku membaca tulisan wak Akbar Sutisna tertahun 1992, aku lihat sebuah bagan menarik tentang hati yang di analogikan dengan mesin pesawat aku ingin sekali menuliskannya di blogger. Melihat kondisi transportasi di negeri kita yang belakangan ini sering mengalami musibah, supaya tidak ada kejadian lagi seperti Adam Air. Paling tidak kru dan teknisi kita tidak melulu menngandalkan perhitungan angka dan ukuran, tapi juga pergerakan hati aspek ruhani kita saat di udara Siapa tahu ini bisa menjadi salah satu sebab kenapa Indonesia sering mengalami bencana. Kelihatanya sih ngga nyambung sekali.

Tapi karena aku ngga bawa laptop dan jauh dari warnet maka aku batalkan niat itu. Dalam hatiku : "Apakah dorongan ini dari dalam diri karena akan adanya suatu hal yang akan terjadi."
Maka aku pun menghibur diri dengan mengatakan " Wah tulisannya bagus, saya suka sekali." pada temanku.

Bicara tentang bencana yang satu ini, aku cukup sering sebenarnya mendapat firasat yang kuat, tapi kemudian pikiranku tertuju pada ayat-ayat suci saja, jadi aku pikir tidak usah berlebihan dan tetap berpikir secara logis. Akupun memendamnya dan kemudian melupakannya sampai suatu hal terjadi kemudian hari, kemudian aku baru tahu apa arti firasat tadi. Walaupun ini bukan bidang/wilayah aku tapi kalau di turut peristiwa demi peristiwa, tentang musibah udara yang aku sering lihat sebelumnya, memang kebanyakan betul.

Setiap aku merasakannya firasat itu yang pertama kali aku beritahu adalah diriku sendiri dan maksudnya untuk meyakinkan diri. Kepada yang yang lainnya aku cuma bilang "Hati-hati ya di jalan". Kenapa tidak boleh detail ? 1. Karena belum tentu benar 2. Di kira menyebar fitnah sebab menyangkut berbagai kepentingan.

Kalau sudah diucapkan pada orang lain, kalau ternyata salah : pasti orang ngga akan percaya lagi, kalau itu sebuah kebenaran nantinya, kasihan juga yang mengingkari kebenaran.

Mudah-mudahan tidak di azab dan bisa mengambil pelajarannya.
Jadi lebih amannya saya mending bilang hati-hati saja. Ada juga kadang sedikit penyesalan "Kenapa tidak saya tulis saja di internet tadi, khan bisa menyelamatkan mereka, maksudnya yang bisa menangkap pesannya." Memang untuk dapat sampai percaya dan dapat dipercaya harus lewat ujian-ujian, menurut kadar keimanan pribadi masing-masing. Ada yang memang perlu pembuktian sehingga menyesal kemudian, ada yang malah menuduh macam-macam.

Memang jadi serba salah. Jadi aku hati-hati saja kalau mengatakan "hati-hati" kepada orang lain, sebab bisa diartikan bertolak belakang apalagi kalau benar-benar terjadi, semakin di curigai. Pengalamanku memberi pelajaran kepadaku, suatu saat ketika itu aku dapat petunjuk bahwa akan ada pencuri masuk, seminggu kemudian betul kejadian dan katanya melibatkan orang dalam. Eh malah aku dicurigai, untuk bukan tertuduh ya, heheh.

Pernah aku duduk di ruang tunggu bandara sambil membaca kecelakaan sebuah pesawat, karena akan tidak parno, hal semacam itu terus tidak langsung membuatku membatalkan penerbangan. Aku cuma bisa berdoa saja selalu waspada. Yang harus hati-hati itu para kru/wak dan para pemilik perusahaan maskapai. Penumpang sih cukup mentaati aturan di dalam pesawat. Begitukan blogger ? Aku salut pada temanku yang saat itu lagi ngga akur jadi di bela-belain satu pesawat denganku. Artinya dia diam-diam percaya padaku untuk yang satu ini.
Padahal sudah ngga pernah ngomong berhari-hari. Habis suka dulu sih suka mentertawakan seperti srimulat saja. Memang anak-aak senirupa pada suka nonton srimulat saat itu.

Jadi sebenarnya yang kumaksudkan adalah bagaimana cara menyampaikan datang sebuah petunjuk akan adanya musibah ? Percaya ada efeknya dan ngga percaya ada efeknya.
Yang diharapkan sih efeknya jadi semakin dekat kepada Tuhan. Amien

Wassalam
Jeff

0 Comments:

Post a Comment

<< Home