Tuesday, November 07, 2006

nuansa besi tua

Location : Damaran
Time/date : 07 Nopember 2006
Story of my dream :

Jiwaku berada di sebuah tempat dimana didominasi dengan warna besi tua, aku berjalan bersama seseorang sambil membawwa sebuah rantai berbandul tengkorak.
Entah apa yang mau diceritakan padaku, ia memasukkan rantai itu ke lobang bawah tanah.

Kulihat pocong yang agak kecil tergeletak di dipan, dan seseorang disampingku lagi melayat. Siapakah gerangan ?
Untuk memastikan review lagi saja hehe..

Puspa tajamnya :
Wajah-wajah teman kuliah, salah seorangnya ibu-ibu yang bilang pada anaknya " sudah jangan dipikirin, lagi dengar adzan dia".
Kemudian wajah-wajah close up mas nardi memenuhi lensa mata hatiku.

comment :

Aku jadi ingat ketika itu, karya kami suka di hina sebagai buncis. Sehingga sering terdengar celetukan " masih cis kacang buncis ngga sih karya ini?"
Mari kita lihat apa kata Rumi bagaimana perjuangan kacang buncis ketika di penggorengan.

Sepertinya buncis itu bukanlah karya yang dimaksudkhan deh, tapi lebih mirip diri kami heheh :

Lihatlah ! Betapa buncis meloncat loncat dalam periuk selama menjadi sasaran api. ketika merebus, ia selalu timbul ke permukaan : merintih-rintih terus tiada henti.
"Mengapa engkau panasi aku ? Engkau yang membeliku, kini mengapa engkau siksa aku seperti ini ?"

Pemilik buncis memukilnya dengan penyendok : "Sekarang matangkanlah dirimu dan jangan lari dari Sang Pemilik Api".
"Aku merebsumu bukan karena engkau membangkitkan kebencianku ; sebaliknya inilah yang membuatmu lebih matang : kesengsaraan bukanlah penghinaan".
"Ketika engkau masih hijau dan segar, engkau banyak minum air di dalam kebun : air itu demi api ini ..."

Rahmat Allah mendahului murka-Nya. Tujuan dengan rahmat-Nya engkau menderita kesengsaraan ; agar sumber penghidupan yang ada dapat dihasilkan. Bahkan kemudian Dia Yang Maha Agung membenarkan, dengan firman-Nya :

"Sekarang engkau telah bersuci bersih, keluarlah dari sungai !"
"Teruslah wahai buncis ! terebus dalam kesengsaraan sampai dirimu tak tersisa lagi !
Jika lagi dirimu tak terikat lagi di bumi ...engkau telah siap masuk ke dalam kehidupan :
jadilah gizi, energi dan pikiran. Jadilah singa hutan !

Awalnya engkau tumbuh dari sifat-sifat Tuhan; kembalilah ke sana !
Engkau adalah matahari dan bintang-bintang ; engkaulah jiwa, perbuatan, perkataan, dan pikiran.
Adalah benar : kehidupan muncul dari kematian, maka "BUnuhlah dirimu!"
Adalah benar : kemenangan ada setelah mati, karena "mati aku hidup"

Demikian secicip Rumi di antara sahabat buat saudaraku di jepang.

Dan juga penuh rasa Syukur dan takjub mengutip kata-kata Rasul Allah Isa a.s kepada para muridnya.

Aku adalah pohon anggur sejati, dan Tuhanku tukang kebunnya. Setiap cabang-cabangku yang tidak berbuah dipotong=nya, dan setiap cabang yang berbuah dikurangi daunnya
dan dibersihkan oleh-Nya supaya lebih banyak lagi buahnya...

( jadi ingat ketika di antar ke stasiun selalu melewati kebun anggur )

Akulah pohon anggur, dan kalian adalah cabang-cabangnya.
Orang yang tetap bersatu dengan aku akan berbuah banyak ! Sebab tanpa aku kalian tak dapat berbuat apa-apa ...
..............
..............
..............

Semua ini kuberitahukan kepadamu, supaya kegembiraanku ada dalam hatimu, dan kegembiraanmu menjadi sempurna.
Inilah perintahku, kasihilah satu sama lain, sama seperti aku mengasihi kalian. Orang yang paling mengasihi sahabat-sahabatnya
adalah orang yang memberikan hidupnya untuk mereka ....

`an buurika man fin-naari wa man haulaha"

(Kiranya) diberkati mereka yang berada di dalam Api dan sekitarnya" ( An-Naml : 8 )

THE PROGRESS OF MAN
First he appeared in the realm inanimate;
Thence came into the world of plants and lived
The plant-life many a year, nor called to mind
What he had been; then took the onward way
To animal existence, and once more
Remembers naught of what life vegetive,
Save when he feels himself moved with desire
Towards it in the season of sweet flowers,
As babes that seek the breast and know not why.
Again the wise Creator whom thou knowest
Uplifted him from animality
To Man's estate; and so from realm to realm
Advancing, he became intelligent,
Cunning and keen of wit, as he is now.
No memory of his past abides with him,
And from his present soul he shall be changes.
Though he is fallen asleep, God will not leave him
In this forgetfulness. Awakened, he
Will laugh to think what troublous dreams he had.
And wonder how his happy state of being
He could forget, and not perceive that all
Those pains and sorrows were the effect of sleep
And guile and vain illusion. So this world
Seems lasting, though 'tis but the sleepers' dream;
Who, when the appointed Day shall dawn, escapes
From dark imaginings that haunted him,
And turns with laughter on his phantom griefs
When he beholds his everlasting home.
R. A. Nicholson

0 Comments:

Post a Comment

<< Home