Wednesday, June 29, 2005

feed back email

Location : Damaran
Day/ Day : Selasa - 29/06/05
Time : 06.00-11.30 wib
Story of the beating my of they heart :

Cut to :
Ceritanya kumpul di rumah seorang kawan-kawan alumni SMA kemudian berangkat naik sepeda motor berboncengan. Wajah2 hanya sekilas dan tidak begitu jelas sambil mendengarkan musik jazz. Ada Nursyam, tejo, dll.

Cut to :
Di sebuah Stasiun mirip St.Senen tapi lebih mewah nampak seorang berpakaian seperti dinas perhubugan tapi warna hitam lengkap dengan topinya sedang beli tiket bersama seorang wanita cantik yang berseragam sama. Sebentar lelaki itu tersenyum padaku kemudian beli tiket. Saat beli tiket di loket si wanita membersihkan pantat si lelaki itu, sepertinya memang ingin menunjukkan keakraban mereka atau "ngiming-imingi". Laki-laki itu mirip Agus Suprapto teman SMP-ku yang suka di panggil Rambo.

Comment : pada baca emailku yaaa ?

Cut to:
Aku duduk-duduk di sebuah kamar tamu, di depanku ada Nursyam tapi aku asyik melihat pertunjukkan fashion show melalui sebuah HP dengan Tika. Aku heran kirain ngga bisa buat nonton siaran TV, habis LCD nya tersembunyi. Kadang gambarnya jadi hilang sekejap lalu aku panik, kemudian aku ketok-ketok, eh keluar lagi. Begitu asyiknya melihat fashion show sampai ngga tahu tangan kiriku menyentuh dagunya yang lembut, rupanya dia juga menikmatinya hehe, Lho kok kostumnya berubah jadi merah seperti bunga mawar. Untung masih ada teman-teman di depanku, coba kalau hanya berduaan, mana tahaaaaaan ???

Cut to:
Ceritanya kami balik bareng ke Jakarta naik kereta jurusan Senen, " Pas di sebuah stasiun aku kebelet pipis, kemudian aku turun buat nyari toilet, tas aku bawa turun satu tas yang berisi ijazah dan dompet. Aku bawa 2 tas ransel, satu berisi dompet sama ijazah. Yang satunya berisi pakaian dan buku. Kejadian berlangsung cepat, aku turun lari dan mencari toilet, " bejibun amat toiletnya" mungkinkah ini LN ? tapi kok kecil-kecil ? Aku tinggal tasku di luar. Eh teman-teman pada ikutan turun juga padahal belum sampai stasiun terakhir. Selain kereta kami ada 2 kereta lagi yang mau lewat sehinga tunggu menunggu menunggu siapa yang harus lewat duluan, aku jalankan saja kereta itu dan baku lihat bagaimana jalannya kereta ketika di persilangan antar rel, ternyata bisa "ngepot" juga hehe.

Comment : pada baca diary-ku yaaa ?

Cut to:
Aku baru ingat bahwa tas ku masih di kereta satu, aku panik juga akhirnya. Untung tas yang hanya berisi pakaian. Kami kemudian berjalan melanjutkan perjalanan menyusuri rel, kiri kanan cuma tumbuhan liar, sampailah aku di sebuah pertigaan rel, kami harus tanya supaya tidak tersesat. Kebetulan ada beberapa anak kecil yang baru main-main gundu di pinggir desa. Salah seorang anak menjelaskan sambil menggembarkan,jadi ada 2 buah belokan yang harus kami lalui. Setiap belokan itu kami harus minta ijin pada seseorang " yang ia sebut dengan dayang-dayang. Namanya aneh dan sulit diingat, nama-ama kuno begitulah. angle kamera dari bawah : kami berjalan sambil menyanyikan lagu..lagu berubah jadi "tombo ati" Tika masih fasih melagukannya.

Tiba-tiba ada swara kencang : satujuta tujuhratus limapuluh ribu !!! Entah apa maksudnya.

Snopshot : sebuah sampul buku. Header : nama artis jiran dan main page : tulisan china. Dengan tanganku aku coba hapus penglihatanku.


Cut to:
Sampailah kami di stasiun, aku masih resah saja dengan tasku. Kenapa aku ngga langsung sadar bahwa itu hanya mimpi ? Itulah kekuranganku : di mimpipun aku selalu mencari solusi jika di beri soal. Kali ini ada yang menenangkan.
Voice over : "Tenang saja nanti khan di umumkan" Eh benar langsung muncul draft isi nama yang ketinggalan barangnya, ada 3 orang. " ah ono koncone !" ( ternyata yang teledor bukan Cuma aku " tambah tenang lagi aku. Dari mana tahu namaku yah.

Comment : Aku rupanya di kerjain ! "

Hari ini kebetulan sepupuku dari Kalsel baru pada nginep di rumah, tapi aku yakin bukan mereka yang ngerjain. Seharian ini aku memang tidak mau mendengarkan swara hati, tapi juga tak hendak baca buku. Terpaksa aku memlesetkan terus swara hati yang sepatah dua patah kata itu atau memarahi. Apakah aku harus bacakan mereka puisi-puisi tiap hari supaya hati mereka tenang ?

Simaklah puisi Bapak mertuanya om aku dari Banjarbaru heheh..

berjudul PETAKA !

Petaka apa yang bisa di hindari bila bara memaparkan rupa keraksasaan rahwana meruyak negeri limbah sejarah. Bukankah semburat dendam kita sebuah Alengka.
Panas setengah abad lebur oleh hujan taring sehari. Lengkaplah sudah kerimbunan taring-taring matahari, kembang bangkai malam, lantaran shinta dalam api rahwana kebenaran hakiki memperanakkan beratus macan beratus beruang serigala baratus ular berbisa.

Dan petir dalam lidahnya mampu menuai api mendamak rakit para ksatria jadi daki
Buhul macam apa di bumikan jika nilai-nilai adalah buah anggur sakti pemutar balikkan akar-akar sejati. Kalau kematian kita jadi seorang wibisana, kalau dendam kita jadi sebuah Alengka. : pun rahwana enggan berubah rupa.

1 Comments:

Blogger Dream Come True said...

Sedikit tentang mertuanya om ku ini. Lahir dengan nama Eza Thabry Husano penulis puisi, cepen, esai sastra, dan naskah drama. Perkenalanku dengan beliau nisfu sya'ban tahun lalu, ketika aku pertama kali menginjakkan kaki di Kalimantan. Begitu aku masuk rumahnya, kaget aku setelah melihat hasil karyaku terpampang di setiap sudut dinding rumahnya dalam pigura yang apik. Salah satunya ada gambar yang sudah sobek lalu di perbaiki kembali. Merasa tersanjung diriku ternyata ada juga yang menghargai karya ketika masih TPB. Padahal dulu banyak karya teman-teman aku yang di buang di bak sampah.
Ada lagi karya aku yang di koleksi tapi di beri judul oleh beliau sendiri. Sebenarnya hanya ketumpahan tinta cetak saja, tapi hasilnya seperti lukisan abstrak. Mungkin beliaulah yang tahu nilai karya seni di antara semua sanak saudaraku. Ironis memang di kotaku ada seniman berhasil pun masih di sebut pengangguran karena hanya di rumah saja, tidak berangkat pagi pulang petang penghasilan pas-pasan pala puyeng. (BP7)

Sat Jul 02, 06:56:00 PM  

Post a Comment

<< Home