Saturday, December 16, 2000

look like blind men

Location : kantor Papua Media Grafika- Timika
Date/ time : Jum'at menjelang fajar tiba 15/12/00
Story of the beating my heart without visual in front of my CPU :

Setelah sholat malam ternbukalah telinga batinku, Terimakasih Allah Tuhanku.
Swara-swara hati dan umpatan bertubi mendera telinga hatiku. Swasana relung hati gegap gempita.
Sambil menyelesaikan pekerjaan me-lay out koran, aku mencoba melihat masa laluku, sedang Sang Penjawab
sudah bertahta di hatiku. Syukur campur haru asyil ngobrol sambil main plesetan. Aku terkadang ingin tahu siapa saja
yang berada di dalam hatiku, ah aku anggap saja staff redaksi di sini hihi...tapi setelah aku konfirmasi ke orang perorang mereka ngga
mereka ngomong. Nah lo. Tapi aku heran mereka bisa mengerti jika berada dekat di sampingku,"Kita juga masih belajar kok." kata salah satu dari mereka.
Padahal pekerjaanku hari itu adalah record paling lambat mengerjakannya, tapi pemred-nya ngga marah seperti harihari sebelumnya.
Benar-benar ajaib, cuma siapa ya yang tahu ? Ternyata ada yaitu Hendri alias mas Pur yang memang orang "pintar" yang selalu mengawal hatiku.
Jadi setelah itu kami hanya ngobrol dalam hati saja. Stress juga kalau mendengar sesuatu yang kurang benar, atau akan suatu adanya persitiwa.
Memang sudah lama aku merasa di baca olehnya. tapi memang tujuan kita sama mencari jatidiri dan misi hidup. Kadang dia hadir dalam mimpi dalam jubah putihnya.
Tapi dia selalu merendah saja kalau ditanya tentang ilmu. Terus siapa yang sejak SMP mengawalku dan menyelamtkan jiwaku ? Dia-kah ? Wallahua'lam. Atau K'Zam yang menghayal ?
Memang seingatu pertama kali dapat ilham waktu masih SMP. Tapi tidak aku tulis. Akhirnya aku gunakan untuk mawas diri untuk mengoreksi diri dan sekaligus memaafkannya.
Serentetan nama-nama disebutkan dan aku hanya mengakui saja biar cepat selesai pembicaraan hatinya, geto looh.
Aku masih belum tahu siapa yang mengadiri dan membawaku ke masa kuliah dulu. Memang saat itu aku takut mengotori hati, aku belum biasa menyuarakan hati kecuali lafadz kitab suci.
Istilahku saat itu melempar aura, kalau sedang menikmati pemandangan yang indah.
Ternyata memang ada efeknya, yaitu rasa gelisah. Itulah dosa-dosa saya ketika masa-masa kuliah dulu.

Tapi ternyata sampai pagi bo ...dan tiba saatnya sahur. Aku heran tidak pergi-pergi itu Sang Pengorektor.
Apakah ini yang di maksud penjaga hati? Kenapa jadi privasiku terancam ya ? Ternyata ini yang namanya "Tinarbuko" to hehe.
Akhirnya aku keluar cari makan sahur, aku menanyakan enaknya, makan dimana yah ? Langsung di jawab" Warung Padang saja, seperti biasanya" sahut-Nya. Tak terasa memang aku jarang menikmati sensasi
keluar masuknya udara lewat hidung selama ini. Karena terfokus ke swara hati. Terkadang stres juga kalau dilarang ini di larang itu, "Ah cuma manakut-nakutin saja" gumamku dalam hati.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home